Sabtu, 23 Agustus 2025

MAKALAH BIOLOGI - EKOLOGI HEWAN - HEWAN DAN LINGKUNGANNYA (BELAJAR ONLINE)

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos (“habitat”) dan logos (“ilmu”). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 – 1914). Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, udara, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan keutuhan.

Hubungan keterkaitan dan ketergantungan antara seluruh komponen ekosistem harus dijaga dalam kondisi yang stabil dan seimbang (homeostatis). Perubahan terhadap salah satu komponen akan mempengaruhi komponen lainnya. Homeostatis adalah kecenderungan sistem biologi untuk menahan perubahan dan selalu berada dalam keseimbangan.

Ekosistem mampu memelihara dan mengatur dirinya sendiri seperti halnya komponen penyusunnya yaitu organisme dan populasi. Dengan demikian, ekosistem dapat dianggap sebagai suatu cibernetik di alam. Namun manusia cenderung mengganggu sistem pengendalian alamiah ini. Ekosistem merupakan kumpulan dari berbagai macam alam tersebut, contoh hewan, tumbuhan, lingkungan, dan manusia terakhir.

  

1.2  Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :

1)      Apa yang dimaksud dengan Hewan Ektoterm Dan Konsep Waktu-Suhu ?

2)      Apa maksudnya dengan Hewan Endoterm ?

3)      Apa maksudnya dengan Zona Termonetral?

4)      Bagaimana Kondisi Lingkungan Dan Sumber Daya Hewan ?

5)      Bagaimana Respon, Adaptasi Dan Perilaku Hewan ?

 

1.3  Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan :

1)      Untuk mengetahui Hewan Ektoterm Dan Konsep Waktu-Suhu

2)      Untuk mengetahui Hewan Endoterm

3)      Untuk mengetahui pengertian Zona Termonetral

4)      Untuk mengetahui Kondisi Lingkungan Dan Sumber Daya Hewan

5)      Untuk mengetahui Respon, Adaptasi Dan Perilaku Hewan

  

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

Istilah Ekologi diperkenalkan oleh Ernest Haeckel (1869), berasal dari bahasa Yunani, yaitu: Oikos = Tempat Tinggal (rumah) Logos = Ilmu, telaah. Oleh karena itu Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan sesamanya dan dengan lingkungnya. Odum (1993) menyatakan bahwa ekologi adalah suatu studi tentang struktur dan fungsi ekosistem atau alam dan manusia sebagai bagiannya. Struktur ekosistem menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu termasuk keadaan kepadatan organisme, biomassa, penyebaran materi (unsur hara), energi, serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan keadaan sistem tersebut.

Lingkungan bagi hewan adalah semua faktor biotik dan abiotik yang ada di sekitarnya dan dapat mempengaruhinya. Hewan hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembang biak dalam suatu lingkungan yang menyediakan kondisi dan sumber daya serta terhindar dari faktor-faktor yang membahayakan. Begon (1996), membedakan faktor lingkungan bagi hewan ada 2 kategori,yaitu; Kondisi dan Sumberdaya.

 

2.1  HEWAN EKTOTERM DAN KONSEP WAKTU-SUHU

Hewan ektoterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit.

Hasil gambar untuk contoh hewan ektoterm

Gambar 1 : Contoh dari hewan ektoterm

Hewan-hewan ektoterm, yaitu semua jenis hewan kecuali aves dan mamalia, merupakan kelompok hewan yang panas tubuhnya tergantung dari panas dari luar tubuhnya, yaitu lingkungan. Daya pengaturan yang dipunyainya sangat terbatas sehingga suhu tubuhnya bervariasi mengikuti suhu lingkungannya. Hal ini menyebabkan hewan poikiloterm memiliki jarak toleransi yang rendah, dalam artian niche pokok hewan ini sempit. Ketika suhu lingkungan tinggi, di luar batas toleransinya, hewan ektoterm akan mati sedangkan ketika suhu lingkungan yang lebih rendah dari suhu optimumnya, aktivitasnya pun rendah dan hewan menjadi sangat lambat, sehingga mudah bagi predatornya untuk menangkapnya.

Dari sudut pandang ekologi, suhu lingkungan bagi hewan-hewan ektoterm (poikiloterm) tidak hanya berkaitan dengan aktivitasnya saja, tetapi juga mengenai pengaruhnya terhadap laju perkembangannya. Dalam suatu kisaran suhu tertentu antara laju perkembangan dengan suhu lingkungan terdapat hubungan linier. Misalnya saja, bahwa suhu ambang terjadinya perkembangan pada jenis belalang adalah 16°C, dan pada suhu 20°C yaitu 4°C diatas suhu ambang batas, lama perkembangan telur untuk menetas adalah 17.5 hari. Maka pada suhu 30°C lama waktunya menetas 5 hari. 

Hewan ektotermi adalah hewan yang   untuk menaikkan suhu tubuhnya memperoleh panas yang berasal dari lingkungan. Dalam kaitannya dengan hal yang sama, hewan yang suhu tubuhnya berubah – ubah sesuai dengan perubahan suhu lingkungan disebut hewan poikilotermi, yang dalam istilah lain disebut hewan berdarah dingin. Dikatakan berdarah dingin karena rata – rata suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh hewan homeotermi.

Ada kondisi suhu lingkungan yang ekstrim rendah di bawah batas ambang toleransinya, hewan ektoterm mati. Hal ini karena praktis enzim tidak aktif bekerja, sehingga metabolisme terhenti. Pada suhu yang masih ditolelir, yang lebih rendah dari suhu optimalnya, laju metabolisme tubuh dan segala aktivitasnya pun rendah. Akibatnya gerakan hewan tersebut menjadi sangat lamban, sehingga akan memudahkan predator untuk menangkapnya. Sebenarnya hewan – hewan ektotermi berkemampuan juga untuk mengatur suhu tubuhnya, namun daya pengaturannya sangat terbatas dan tidak bersifat fisiologis melainkan secara perilaku. Apabila suhu lingkungan terlalu panas, hewan ektoterm akan berlindung di tempat – tempat teduh, bila suhu lingkungan turun hewan tersebut akan berjemur di panas matahari atau berdiam diri di tempat – tempat yang memberikan kehangatan baginya.

Daya pengaturan pada hewan ektoterm, bukan dari adaptasi fisiologis melainkan lebih berupa adaptasi perilaku. Misalnya, bergerak mencari tempat yang teduh bila hari terlalu panas dan berjemur di bawah sinar matahari bila hari dingin. Diantara suhu yang terlalu rendah dan terlau tinggi, laju metabolisme hewan ektoterm dengan meningkatnya kenaikan suhu dalam hubungan eksponensial. Contoh hewan yang tergolong ektoterm yaitu ikan salmon (22 o C), ikan saumon (18 o C), crapaud bufo boreas (27 o C), alligator (buaya) (32 – 35 o C), iguana 38 o C), lezard anolois sp (30 – 33 o C), dan larva lalat rumah (30 – 37 o C).

 

2.2  HEWAN ENDOTERM

Hewan endoterm, adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi panas di dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari metabolisme jaringan. Hewan endoterm adalah kelompok hewan yang dapat mengatur produksi panas dari dalam tubuhnya untuk mengkonstankan atau menaikkan suhu tubuhnya, karena mempunyai daya pengaturan yang tinggi. Hewan endoterm memiliki jarak toleransi terhadap lingkungan yang lebih panjang dibandingkan hewan ektoterm sehingga niche pokok hewan jenis ini pun panjang. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengatur produksi dan pelepasan panas yang dimilikinya.

Hasil gambar untuk hewan endoterm

Gambar 2 : Contoh hewan endoterm

Kemampuan untuk mengatur produksi dan pelepasan panas melalui mekanisme metabolisme ini disebabkan hewan–hewan endoterm memiliki organ sebagai pusat pengaturnya, yaitu otak khususnya hipotalamus sebagai termostat atau pusat pengatur suhu tubuh. Suhu konstan untuk tubuh hewan–hewan endoterm biasanya terdapat di antara 35-40 derajat celcius. Karena kemampuannya mengatur suhu tubuh sehingga selalu konstan, maka kelompok ini disebut pengatur hewan. Misalnya golongan aves dan mamalia, termasuk manusia. Dalam istilah lain kelompok hewan ini disebut juga sebagai kelompok homeoterm. Hewan endoterm adalah hewan–hewan yang dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga selalu konstan berada pada kisaran suhu optimumnya.

Kekonstanan suhu tubuh tersebut mengakibatkan hewan endoterm mampu menunjukkan kinerja konstan. Daya pengaturan suhu tubuh itu memerlukan biaya (energi) yang relatif tinggi sehingga persyaratan masukan makanan untuk energinya pun relatif tinggi pula. Dibanding dengan suatu hewan ektoterm yang sebanding dengan ukuran tubuhnya, bahkan dalam kisaran suhu zona termonetral, suatu hewan endoterm memerlukan energi yang jauh lebih besar. Dibandingkan dengan hewan-hewan ektoterm yang menunjukkan strategi biaya-rendah yang kadang-kadang memberikan keuntungan rendah, hewan-hewan endoterm mempunyai strategi biaya tinggi yang memberi keuntungan yang lebih tinggi.

 Hewan–hewan endoterm, dalam kondisi suhu lingkungan yang berubah–ubah, suhu tubuh konstan. Hal ini karena hewan–hewan ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengatur suhu tubuhnya melalui perubahan produksi panas (laju metabolisme) dalam tubuhnya sendiri (terkait dengan sifat endoterm). Contoh : Aves (burung) dan mamalia.

 

2.3  ZONA TERMONETRAL

Zona suhu netral atau zona termonetral (ZTN) adalah zona yang relatif terbatas dari suhu lingkungan yang efektif dalam memproduksi panas minimal dari ternak (Curtis dalam Sientje, 2003). ZTN disebut juga profil termonetral atau zona nyaman atau zona termopreferendum (Yousef dalam Sientje, 2003). Pada zona ini, tidak ada perubahan dalam produksi panas dan suhu tubuh dapat dikontrol oleh adanya perubahan kecil dalam konduksi ternak melalui variasi tubuh, aliran darah dari pusat ke periferi atau peningkatan keringat (Sturkiedalam Sientje, 2003).

Pada suhu di bawah ZTN, ternak akan meminimalkan semua jalur pengeluaran musim panas dan meningkatkan produksi musim panas. Pada suhu di atas ZTN ternak akan memaksimalkan pengeluaran panas (Yousef dalam Sientje, 2003).

 

 

2.4  KONDISI LINGKUNGAN DAN SUMBER DAYA

Kondisi adalah faktor-faktor lingkungan abiotik yang keadaannya berbeda dan berubah sesuai dengan perbedaan tempat dan waktu. Hewan bereaksi terhadap kondisi lingkungan, yang berupa perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan perilaku berperilaku. Kondisi lingkungan antara lain berupa; suhu, kelembaban, Ph, salinitas, arus udara, angin, tekanan, zat-zat organik dan anorganik.

Sumber daya adalah segala sesuatu yang dikonsumsi oleh organisme, yang dapat dibedakan atas materi, energi, dan ruang. Sumber daya digunakan untuk menunjukkan suatu faktor abiotik maupun biotik yang diperlukan oleh hewan, karena tersedianya di lingkungan  berkurang apabila telah dimanfaatkan oleh hewan. Setiap hewan akan bervariasi menurut ruang (tempat) dan waktu. Oleh karena itu setiap hewan selalu berusaha untuk selalu dapat beradaptasi terhadap setiap perubahan lingkungan.

Dalam penyesuaian diri tersebut hanya hewan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang dapat bertahan hidup, sementtara yang tidak mampu beradaptasi akan mati atau beremigrasi bahkan akan punah. Perubahan lingkungan terhadap waktu, secara garis besarnya terdiri atas 3, yaitu;

A.       Perubahan Siklik, perubahan yang terjadi berulang-ulang secara berirama, seperti malam dan siang, laut pasang dan surut, kemarau dan penghujan, dll. Perubahan siklik dapat terjadi harian, bulanan, musiman, dan ahunan    

B.      Perubahan Terarah , suatu perubahan yang terjadi berkepanjangan-angsur, terus menerus dan progresif dan menuju ke suatu arah tertentu. Prosesnya bisa lama. Contohnya mendangkalnya Danau Limboto di Gorontalo    

C.       Perubahan Eratik, suatu perubahan yang tidak berpola dan tidak menunjukkan arah perubahannya. Contohnya; pengendapan Lumpur Lapindo di Jawa Timur (Ponorogo), kebakaran hutan, letusan gunung berapi dan lain-lain.    

 

2.5  RESPON, ADAPTASI DAN PERILAKU HEWAN

1.      Lingkungan dan Perubahannya

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar makhluk hidup baik kehidupan (biotik) maupun materi tak hidup (abiotik) yang mempengaruhi keberadaan makhluk hidup itu. Dengan kata lain, lingkungan dapat dinyatakan sebagai keseluruhan atau gabungan faktor fisikokimiawi dan biotik yang mempengaruhi respon (tanggapan) makhluk hidup.

2.      Adaptasi Struktural pada Hewan

Adaptasi struktural merupakan caramakhluk hidup menyesuaikan dirinya terhadap lingkungannya dengan cara mengembangkan struktur tubuh atau alat-alat tubuh kearah struktur yang lebih sesuai dengan keadaan lingkungan dan keperluan hidupnya. Adaptasi struktural ini dapat didahului dengan terjadinya perubahan gen dan dapat pula tanpa melalui perubahan gen.

A.      Adaptasi pada hewan Teresterial

Berdasarkan posisinya, hewan teresterial ada yang arboreal (dipohon), teran (diatas tanah), sub teran (di bawah tanah), dan aeriol (di udara). Berikut disajikan kekhususan kondisi struktural pada masing-masing kelompok tersebut.

1)      Hewan arboreal

Gambar 3. Kera/ sympanz

 

Minimal mengembangkan 3 macam struktur keistimewaan yaitu :

1)      Panjangnya ruas-ruas tulang telapak dan jari-jari pada tangan dan kaki yang ditujukan untuk berpegangan pada saat memetik dan memanjat di pohon. Hal ini dimiliki oleh hewan-hewan primata dari keluarga pongidae seperti kera, orang utan, babon gorila, sympanse.

2)      Berkembangnya ekor sebagai alat untuk membantu keseimbangan ketika ada di pohon.Hal ini dijumpai pada hewan-hewan primata dari famili pongidae, Lemuridae pada tarsius, tupai.

3)      Adanya kuku-kuku yang runcing pada setiap jari kaki yang berguna seagai alat berpegangan pada pohon atau dahan yang posisinya vertikal. Ini ditemukan pada tarsius, Lemur dan tupai.

 

2)      Hewan Teranian

Gambar 4. Sapi

Dalam kaitannya dengan gerakan berjalan dan melompat, hewan teranian dari kelas mamalia dapat bersatu menjadi 3, yaitu : Plantigrade, digitigrades, unguligrade.

·         Plantigrade : mamalia yang berjalan dengan seluruh permukaan telapak kaki menyentuh tanah Contohnya manusia. Hewan plantigrade bukanlah pelari yang baik.

·         Digitgrade : Hewan mamalia yang berjalan dengan jari-jari kakinya yang menyentuh tanah. Ini merupakan hewan yang dapat melompat dengan cepat dan gesit. Contohnya adalah kucing.

·         Unguligrade : hewan mamalia yang berjalan dengan kukunya yang menyentuh tanah. Kuku yang menyentuh tanah ini adlah kuku yang menutupi hanya satu jari yaitu jari ketiga. Contohnya adalah kuda.

Dalam hubungan dengan gerakan, maka aktak darat ( Bufo sp ) tidak perlu memiliki selaput renang di antara jari-jari kakinya karena kehidupannya sudah penuh di darat. Ini berbeda dengan katak rawa ( Rana sp ) yang sebagian hidupnya di udara, sehingga selaput ini berkembang dengan baik. Dalam hubungannya dengan gerakan kura-kura yang hidup di darat memiliki bentuk pendinginan yang berbeda dengan penyu yang hidup di udara. Tungkai pada penyu bentuknya memipih seperti dayung sedangkan pendingin pada kura-kura disesuaikan untuk tujuan berjalan dan menggali bukan berenang. Dalam kaitannya dengan jenis makanan adaptasi yang banyak dilakukan adalah pada susunan gigi dan lambung.Susunan gigi herbivora sediit berbeda dengan gigi Karnivora. Pada Herbivora gigi taringnya kurang berkembang sedangkan pada karnivora gigi taringnya sangat berkembang. Dalam hal lambung, Manusia sebagai omnivora memiliki lambung yang sederhana (simplex) sedangakan sapi sebagai herbivora ruminansia memiliki lambung yang komleks yangditujukan untuk   pencernaan dan fermentasi selulosa yang cukup rumit.

3)      Hewan Sub Teranian

Gambar 5. Cacing tanah

Melalukan beberapa bentuk adaptasi, yaitu :

1)      Absennya membungkus alat gerak pada cacing tanah dan menggantinya dengan otot-otot sirkuler dengan kontraksi memanjang otot-otot ini emmudahkan cacing tanah untuk bergerak dan menyelusup.

2)      Adanya perlengkapan untuk menggali yaitu berupa kulkas yang kuat dan berkuku atau bercakar.

3)      Adanya gigi seri dan arahang yang kuat untuk menggali lubang. Ini dijumpai pada tikus Mole America.

4)      Hewan Aerial (Volant)

Gambar 6. Burung


Berhubungan dengan dua hal :  kemampuan terbang dan mencegah penguapan udara. Dalam hal kemampuan terbang, maka adaptasi diarahkan untuk mengurangi berat dan menambah kemampuan dan kekuatan terbang.   Mengurangi berat tubuh yang dilakuakan oleh burung dengan berbagai adaptasi yaitu tulangnya tipis dan berongga, paruhnya tak bergigi, bulunya ringan, hilangnya beberapa tulang dan menyatunya beberapa tulang menjadi synsachrum,   tidak adanya vesica urinaria, serta adanya kantung-kantung udara yang disebut sacus pneumaticus.

Berbeda dengan burung, serangga mengurangi berat bulunya dengan tidak adanya endoskeleton yang terbuat dari tulang, dan hanya mengebangkan eksoskleton yang terbuat dari zat kitin yang ringan dan kuat. Menambah kemampuan dan kekuatan terbang dilakukan oleh burung dan kelelawar dengan mengembangkan otot-otot dada (otot pectoralis). Untuk memperbesar daya angkat terhadap tubuh melalui kepakan sayap, burung” yang baisa terbang tinggi dan lama memiliki luas permukaan sayap yang luas untuk memuat beban tubuh.

Pada banyak serangga mengembangkan sistem sayap ganda. Untuk mencegah kehilangan panas, bangsa burung mengembangkan buku plumaenya sedemikian tebal. Bulu yang tebal ini dapat mencegah penguapan cairan tubuh ketika behadapan dengan panas lingkunagn dan angin ketika terbang.

Selain adaptasi struktural diatas, unggas juga melakakuan adaptasi alin yaitu dalam hal bentuk paruh dan kaki. Paruh unggas dapat dikelompokkna menjadi 5, yaitu : paruh pemakan biji, pemakan serangga, penyobek, pelubang, penangkap ikan. Bentuk kaki dan jari” kaki pada unggas dapat mengisi menjadi 5 tipe, yaitu : kaki pengais (ayam), kaki penggulung (bangau), pencangkram (elang), penghinggap (bururng kepodang), dan kaki perenang (angsa, itik).


B.      Adaptasi Struktural Hewan Akuatik

Pada prinsipnya   ditujukan untuk mengatasi 5 masalah yaitu tekanan mekanik oleh turbulensi udara, tekanan hidrostatik, keterbatasan cahaya pada suatu kedalaman, adanya pasang surut pada hewan interdinal, adaya predator.

1)      Tekanan mekanis oleh turbulensi udara

A)      Ikan mengembangkan bentuk stream line ( semakin mengecil ke arah anterior tubuh) untuk mengurangi tekanan dan terjadinya udara dari arah depan.

B)      Ikan sisik yang licin untuk mengurangi gaya perkembangan udara.

C)      Ikan alat gerak yang disebut sirip untuk melawan arus udara.

D)      Penyu mengembnagkan kejanggalannya berbrntuk seperti dayung   utnuk berenang melawan arus udara.

e)      Beberapa hewan invertebrata mengembagkan alat pelekat agar tidak terombag ambing oleh turbolensi udara. Contonya porifera, hydra, limpet, teritip, kiton dan siput.

F)       Kepiting dan udang melindungi dirinya dengan kerangka eksoskleton yang terbuat dari kitin yang tebal dan kuat.

 

2)      Bentuk adaptasi untuk mengatasi tekanan hidrostatis

A)      Ikan membentuk organ gelembung renang yang mengatur posisi ikan dikolam udara,

B)      Sebagian besar ikan memiliki kecendrungan tubuhnya memipih ke arah vertikal sehingga memperkecil luas permukaan tubuh yang terkena tekanan udara dari arah atas.

C)      Amoeba yang hidup di dasar laut yang dalam tidak membentuk pseudopodia dengan tujuan agar luas permukaan tubuh yang terkena tekanan menjadi kecil.

 

3)      Keterbatasan cahaya pada suatu kedalaman

Untuk mengatasi keterbatasan   cahaya, beberapa jenis ikan dilaut yag dalam mengalami perkembangan organ mata sehingga matanya tampak besar. Hal ini ditujukan untuk memamksimalkan pemasukan cahaya yang terbatas. Contohnya adalah ikan Miyctophum punctatum, Lampanytus elongates, dan ikan Diaphus metopoclampus , dilain pihak, pada ke dalam yang benar-benar gelap, dijumpai ikan dengn mata yang sangat kecil atau sama sekali tidak punya mata. Hal ini terjadi mengingat dalam gelap organ mata tidak diperlukan. Contohnya adalah belut laut dari genus Saccopharynnx. Selain itu, pada laut dalam biasa dijumpai ikan dan hewan lain yang memiliki organ –organ penghasil cahaya yang disebut fotofor. Organ ini mengakibatkan ikan dan hewan lain yang memilikinya menjadi bercahaya (bioluminescent).

4)      Pasang surut pada hewan interdinal

Pasang surut lautan maka bentuk adaptasi struktural yang dilakukan oleh hewan intertidal adalah :

A)      Hewan pasang surut seperti teritip, limpet dan siput menggunakan cangkangnya dalam melindungi tubuhnya yang lembut, sehingga dapat mencegah penguapan cairan tubuh ketika terdedah oleh cahaya dan udara bebeas pada saat surut.

B)      Untuk mengantisipasi panas lingkungan yang tinggi, banggsa siput tertentu memperluas cangkangnya dengan cara memperbanyak ukiran pada cangkangnya. Hal ini bertujuan untuk mememudahkan hilangnya panas ketika siput berhadapan dengan panas lingkungan yang tinggi pada saat surut. Untuk mengurangi penyerapan panas, maka siput intertidal bagian atas mengalami pencerahan warna cangkang. Dengan cangkang yang cerah, panasnya lebih sedikit diserap dibandingkan cangkang yangn gelap.

C)      Untuk mengantisipasi benturan ombak yang dahsyat, maka bangsa teritip, limpit, siput dan kiton memilki struktur yang dapat menempel sangat kuat. Meski demikian, hewan ini tidak terhempas.

D)      Hewan intertidal pada umumnya mempunyai cetakan organ pernafasan yang mampu mengikat oksigen dari udara, ketika air pasang mereendam mereka.

 

5)      Mengantisipasi predator

A)      Melakuakn penyamaran morfologis dan pola warna tubuh agar luput dari pandangan predatornya.

B)      Alat   perlindungan diri berupa duri berbisa yang terdapat pada sirip dada atau sirip punggung, dijumpai pada ikan sembilang ( Plotosus canius ) dan ikan lepu ( Pterois volitan ).

C)      Mengucapkan alat perlindungan diri berupa sel-sel penyengat (nematosit) seperti yang banyak ditemukan pada hydra, obelia. 4) mengembangkan organ penghasil zat cair yang menyerupai tinta yang termasuk kantong tinta. Zat ini berguna untuk menjaga pandangan pemangsa. Contohnya adalah cumi” (Loligo sp).

 

3.      Adaptasi fungsional hewan

Adalah cara mahkluk hidup menyesuaikan diri terhadap lingkungannya melalui cara penyesuaian proses fisiologis dalam tubuhnya.

A.      Adaptasi fungsional hewan teresterial

Hewan teresterial melakukan adaptasi fungsional yang berkaitan dengan 3 hal, yaitu suhu lingkungan, kerapatan oksigen di suatu tempat, dan tekanan udara di suatu tempat.

1)      Adaptasi fungsional untuk menghadapi suhu lingkungan yang tinggi. Hewan-hewan invertebrata mengatasi daratan dengan suhu yang tinggi dengan 3 cara yaitu menurunkan laju metabolisme, meningkatkan penguapan, dan melakukan estivasi. Pada beberapa jenis diketahui arthropoda saerah tropis bahha laju metabolismenya pada suhu lingkungan 34 o C dapat turun 10-15% dibandingkan pada suhu 20 o C. dalam hubungannya dengan penguapan, maka dengan meningkatkan penguapan dapat menurunkan suhu tubuh mengingat panas tubuh diambil untuk menguapkan cairan tubuh. Menyinggung estivasi, maka hal ini sering dilakukan oleh invertebrata daerah gurun. Dengan melakukan estivasi (tidur), hewan dapat mengurangi pemasukan panas dari lingkungan dan sekaligus dapat menurunkan laju metabolismenya. Pada vertebrata ektotermal seperti kadal dan penyu laju metabolismenya lebih rendah pada suhu lingkungan 35 o C dibandingkan pada suhu 15 o C. Vertebrata endotermal mengatasi suhu lingkungn yang tinggi dengan jalan melepaskan panas tubuhnya melalui proses rambatan panas dan berkeringat, serta melalui pernapasan yang terengah-engah.

2)      Adaptasi fungsional dalam menghadapi suhu lingkungan yang rendah, hewan invertebrata mungkin dapat mencapai salah satu dari 3 strategi, yaitu 1) melakukan perubahan yang meningkatkan toleransi terhadap dingin; 2) melakukan perubahan metabolisme yang memungkinkan penurunan laju metabolisme yang memungkinkan kegiatan pada suhu yang rendah; 3)melakukan perubahan yang memungkinkan penurunan laju metabolisme ke tingkat yang lebih rendah. Pada vertebrata ektotermal seperti reptil, juga melakukan perubahan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap suhu yang rendah. Hal ini terjadi pada 29 spesies kadal Australia dan 4 jenis ular. Bagi vertebrata endotermal sperti bangsa burung dan mamalia memiliki kempuan yang cukup baik dalam mengatur keseimbangan suhu tubuh melalui pengaturan produksi dan pelepasan panas. Burung kecil dari jenis Nectarinia sp. Yang hidup diketinggian lebih dari 4500 meter menurunkan laju metabolismenya selama periode istirahat.

3)      Adaptasi fungsional dalam menghadapi kerenggangan oksigen dan turunnya tekanan udara pada suatu ketinggian tempat. Untuk mengatasi keregangan oksigen pada manusiadiketahui terjadi peningkatan sekresi hormon eritroprotein yang dapat memacu produksi sel darah merah dan peningkatan mioglobin. Sehingga secara keseluruhan berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas oksigen dan mempermudah pergerakan oksigen di dalam jaringan. Untuk meningkatkan reaksi oksidatif maka diketahui pula bahwa pada ketinggian tempat terjadi peningkatan jumlah mitokondria dan enzim sitokrom oksidase. Dalam kaitannya dengan tekanan, maka kerenggangan oksigen dalam udara. Dengan demikian agar oksigen di luar tubuh dapat masuk ke dalam tubuh maka hewan melakukan penyesuaian dengan melakukan penyesuaian dengan menurunkan tekanan parsial oksigen di alveolus, kaca, maupun jaringan sehingga menjadi lebih rendah dibandingkan tekanan potensial oksigen di luar.

 

B.      Adaptasi pada hewan aquatik

Hewan akuatik melakukan adaptasi fungsional pada prinsipnya yang ditunjukan untuk mengatasi 4 masalah yaitu salinitas, suhu udara, kadar oksigen, dan tekanan hidrostatis udara.

1)      Adaptasi untuk mengatasi masalah salinitas pada ikan air tawar memiliki caran tubuh yang hipertonik dibandingkan dengan udara di sekelilingnya menghadapi suatu masalah yaitu masuknya banyak udara ke dalam tubuh dan adanya pengeluaran ion-ion   melalui insangnya, untuk menyeimbangkannya maka ikan terus menerus mengeluarkan udara melalui peningkatan produksi urine oleh ginjalnya. Untuk mengatasi hilangnya ion, maka ion-ion dapat diganti melalui nutrisi. Pada ikan air laut yang cairan tubuhnya hipotonik terhadap udara di sekelilingnya. Pengeluaran ion melalui insangnya. Unuk mengganti cairan ini maka ikan banyak meminum air kemudian garam yang terlarut dikirim ke darah gengan cara transportasi aktif yang dilakukan oleh sel sel sekresi yang ada di dalam saluran pencernaannya. Garam ini kemudian dikeluarkan melalui insang oleh sel-sel pensekresi garam yang terdapat pada insangnya.

2)      Adaptasi untuk mengatasi suhu udara. Perubahan udara secara alami tidak begitu drastis, mungkin hanya beberapa derajat saja. Dengan adanya tubulensi udara yang dapat mengaduk udara secara vertikal dan horizontal, maka perubahan suhu udara di kolam tidak begitu menjolok.   Sedangkan pada wilayah udara di lautan tidak begitu diketahui karena kondisi fisiologis untuk menghadapi perubahan suhu di udara. Pada jenis ikan dan ivertebrata laut terdapat mekanisme antibeku di dalam tubuhnya untuk mengantisipasi suhu udara yang sangat rendah, hewan ini dapat hidup pada suhu -1,8 0 C.

3)      Adaptasi fungsional untuk mengatasi keadaan miskin oksigen. Kadar oksigen terlarut sangatlah dipengaruhi oleh suhu udara, semakin tinggi suhu udara maka kadar oksigen semakin kecil. 1) Pada ikan terjadi peningkatan jumlah sel darah merah untuk meningkatkan daya tamping terhadap oksigen, 2) terjadinya penurunan laju denyut jantung pada ikan untuk menyesuaikan denagn keadaan miskin oksigen, 3) adanya peningkatan volume ventilasi sehingga jumlah oksigen yang dibawa oleh darah lebih banyak. 4) pada ikan belut, keadaan miskin oksigen berakibat terhadap peningkatan asam laktat.

4)      Adaptasi fungsional dalam   menghadapi tekanan hidrostatis. Untuk kedalaman 10 meter tekanan hidrostatis bertambah 1 atmosfer. Tekanan hidrostatis terkait dengan adaptasi fisiologis berpengaruh dalam enzim yang dapat mengubah kemampuan dan kecepatan enzim dalam mengikat synstrat. Diamping itu juga berpengaruh terhadap fisiologi kerja otot.

 

4.      Prilaku Hewan 

Prilaku adalah tindakan atau aksi yang mengubah hubungan antara organisme dan lingkungannya. Perilaku dapat terjadi akaibat stimulus dari luar. Reseptor diperlukan untuk mendekati stimulus, saraf diperlukan untuk mengkoordinasikan respons dan efektor untuk melakukan tindakan. Prilaku juga dapat terjadi karena adanya stimulus dari dalam, misalnya rasa lapar, memberikan motivasi akan aksi yang akan diambil bila makanan benar-benar terlihat atau tercium. Umunya perilaku suatu organisme merupakan gabungan stimulus dari dalam dan luar.

Bentuk prilaku dapat dibedakan menjadi :

1)      Prilaku bawaaan

Prilaku bawaan merupakan prilaku yang dihasilkan oleh gen dan faktor-faktor lingkungan. Prilaku menampilkan suatu kisaran variuasi fenotip (norma reaksi) yang bergantung pada lingkungan, dimana genotipe itu muncul. Faktor-faktor lingkungan yang memepengaruhi prilaku adalah semua kondisi dimana gen yang mendasari prilaku itu diwujudkan. Hal ini meliputi lingkungan kimiawi di dalam sel dan juga semua kondisi hormonal, kondisi kimiawi dan fisik yang dialami oleh seekor hewan yang sedang berkembang di dalam sebuah sel telur atau di dalam rahim.

2)      Taksi

Merupakan reaksi terhadap stimulus dengan gerakan secara otomatis langsung mendekati atau menjauh dari atau pada suatu tertentu terhadapnya.

3)      Refleks

Respon bawaan paling sederhana yang dijumpai pada hewan yang mempunyai sistem saraf. Refleks adalah respon otomatis dari sebagian tubuh terhadap suatu stimulus. Respon diturunkan sejak lahir artinya sifat=nya ditentukan oeh pola reseptor saraf dan efektor yang diwariskan. Refleks akan memberikan mekanisme pengeendalian yang teratur dengan baik yang mengarahkan kontraksi refleks otot, menghambat kontraksi otot-otot antagonis dan terus menerus memonitor keberhasilan yang dengannnya perintah-perintah dari otak dilanjutkan, dan dengan cepat serta otomatis membuat setiap penyesuaian sebgai pengganti yang diperlukan.

4)      Naluri

Pola prilaku kompleks yang sebagaimana refleksi, merupakan bawaan, bersifat agak tidak fleksibel dan mempunyai nilai bagi hewan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Naluri lebih rumit dibandingkan dengan refleksi dan dapat melibatkan serangkaian aksi.

5)      Pelepasan Prilaku ngengat

Setelah tubuh siap di bagian dalam untuk tipe prilaku tertentu, maka diperlukan stimulus luar untuk mengawali respons. Persyaratan yang memicu aksi memicu pelepasan. Begitu respon tertentu dibiarkan, biasanya langsung selesai walaupun stimulus efektif segera diriadakan.

6)      Prilaku ritme dan selai biologis

Merupakan prilaku berulang ulang pada interval tertentu yang dinyatakan sebagai ritme atrau periode.Daur prilaku ritme dapat selama dua jam atau setahun.

7)      Prilaku terajar

Prilaku terajar adalah prilaku yang lebih kurang diperoloeh atau domodifikasikan permanen sebagai akaibat darib pengalaman individu.

8)      Kebiasaan

Hampir semua hewan mampu belajar untuk tidak bereaksi terhadap stimulus berulang yang telah terbukti tidak merigakan.Fenomena ini dikenal sebagai kebiasaan/habituasi dan nerupakan suatu contoh belajar sejati

9)      Pencetakan keterpatria/tanggap tiru

Merupakan pemnelajaran yang terbatas pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan seekor hewan dan pada umumnya tidak berputar/tidak dapat diubah. Ikatan antara induka dan anak pada spesies yang merawat anak merupakan suatu bagian kritis dakm siklus reproduksi. Jika itu gagal, induk tidak akan memelihara anaknya. Hasil nya adalah kematiat keturunannya dan hilangnya kelestarian reproduksi bagi induk tersebut.

10)  Respon yang diperlazimkan

Merupakan prilaku terajar yang paling sederhana,yang pada dasrnya adalah respon sebai hasil pengalaman.disebabkan oleh suatu stimulus yangberbeda dengan yang semula mrmicunya. Pelaziman terjadi paling cepat bila stimulus yang tidak diperlazimkan dan stimulus yang dipoerlazimkan sering diberikan bersama sama,tidak ada fokus perhatian dan diberikan semacam hadiah/imbalan untuk penampilan/prestasi yang berhasil terhadap respon Masyarakat tadi.

11)  Pelaziman instrumental

Prinsip pelaziman sdapat dipakai melatih hewan melakukan tugas yang bukan pembawaan lahir. Dalam hal inihewan Ditempatkan pada suatu keadaan sehingga dapat bergerak bebas dan melakukan sejumlah kegiatan prilaku yang berlainan-lainan.

12)  Motivasi

Diantara banyaknya hewan yang terhubung dengan kebutuhan fisiknya,seekor hewan yang haus akan mencari udara dan merasa lapar akan mencari makanan. Kepuasan terhadap dorongan merupakan kekuatan motivasi di balik perilaku hewan tersebut. Sebagian besar prilaku spontan hewan-hewan ini merupakan hasil usaha memilhara homeostasis. Banyak diantara dorongan ini bersumber di hipotalamus dimana hipotalamus mengawali respon yang berakibat penurunan dorongan tersebut dan juga dapat menghambat beberapa diantara respon tadi bila titik kepuasan terjadi.

13)  Konsep

Kebanyakan hewan memecahkan masalah dengan mencoba-coba. Selama ada motivasi yang mampu, manusia akan mencoba setiap alternatif dan secara bertahap yang berulang, belajar memecahkan masalahnya.

14)  Bahasa

Semua hewan memiliki suatu bahasa untuk saling berkomunikasi sesamanya.

15)  Memori

Belajar bergantung pada memeori atau ingatan. Jika suatu organisme bermaksud memodifikasi perilakunya dari pengalaman, maka ia harus mampu mengingat apa pengalamnnya. Sekali sesuatu dipelajari, maka ingatan diperlukan agar yang dipelajarinya tetap ada. Ada dua teori dasar tentang memori :

A)      Memori merupakan proses yang dinamis dimana sensasi menimbulkan impuls saraf yang kemudian beredar untuk jangka waktu tak terbatas melalui jarring-jaring neuron dalam sistem saraf pusat.

B)      Setiap sensasi yang diingat kembali menghasilkan sedikit perubahan fisik yang ada di dalamnya.

Dalam berbagai macam prilaku maka beberapa sistem yang terlibat antara resptor indra, sistem saraf dan protota. Hewan dibayangkan pada empat bentuk perintah yang menentukan kehidupan yang merupakan perilaku adaptif yaitu :

1)      Prilaku makan

Hewan beragam dalam perluasan cita rasanya. Dari yang sangat khusus hingga pemakan umum yang dapat memilih di antara sekumpulan spesies yang dapat dimakan. Tujuan makan adalah untuk mendapatkan energi tetapi energi itu akan kembali digunakan untuk mencari makanan. Jadi hewan berprilaku sedemikian rupa untuk memaksimalkan kerugian atau keuntungan dari pencarian makanan itu.

2)      Perilaku mempertahankan diri

Perilaku melarikan diri dari pemangsa berpotensi tidak akan dimangsa.

A)      Mimikri adalah cara mempertahankan diri terhadap musuh dengan cara menyerupai sesuatu, secara khas menyerupai tipe organisasi lain

B)      Kamuflase adalah cara mempertahankan diri dengan cara menyamar terhadap warna, pola dan bentuk sehingga menyerupai lingkungan sekitar

C)      Autotomi adalah cara mempertahankan diri dengan memotong atau memutuskan salah satu bagian kehidupan

D)      Mengeluarkan bau atau cairan tubuh

 

3)      Bertahan hidup dalam lingkungan fifik

Kebanyakan hewan hanya dapat bertahan hidup dalam kisaran waktu, salinitas, kelembaban tertentu dan sebagainya. Kisaran ini relatif luas bagi hewan seperti mamalia dan burung yang banyak mempunyai mekanisme yang efisien untuk mempertahankan kendali homeostatis terhadap lingkungan

4)      Prilaku Reproduksi

Reproduksi adalah proses untuk menghasilkan organisme baru dengan cirri-ciri yang sama dengan organisme induknya serta bersifat subur. Tujuan dari reproduksi adalah untuk mempertahankan jenisnya sehingga terhindar dari kepunahan. Iniproduksi juga dipengaruhi oleh kerja hormon seksual yang mengatur sistem kerja reproduksi

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  KESIMPULAN

1.      Hewan ektoterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit.

2.      Hewan endoterm, adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi panas di dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari metabolisme jaringan.

3.      Zona suhu netral atau zona termonetral (ZTN) adalah zona yang relatif terbatas dari suhu lingkungan yang efektif dalam memproduksi panas minimal dari ternak.

4.      Kondisi adalah faktor-faktor lingkungan abiotik yang keadaannya berbeda dan berubah sesuai dengan perbedaan tempat dan waktu.

5.      Sumber daya adalah segala sesuatu yang dikonsumsi oleh organisme, yang dapat dibedakan atas materi, energi, dan ruang.

6.              Perubahan lingkungan terhadap waktu, secara garis besarnya terdiri atas 3, yaitu; Perubahan Siklik, Perubahan Terarah dan Perubahan Eratik

7.      Adaptasi struktural merupakan caramakhluk hidup menyesuaikan dirinya terhadap lingkungannya dengan cara mengembangkan struktur tubuh atau alat-alat tubuh kearah struktur yang lebih sesuai dengan keadaan lingkungan dan keperluan hidupnya.

8.      Prilaku adalah tindakan atau aksi yang mengubah hubungan antara organisme dan lingkungannya. Perilaku dapat terjadi akaibat stimulus dari luar.

 

3.2  SARAN

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2013. Hewan Endoderm dan Ektoterm .

http://info-biologiku.blogspot.com/2013/09/hewan-ektoterm-dan-endoterm.html

(17 September 2016)

 

Anonim. - . Respon Dan Adaptasi Hewan .

https://www.academia.edu/11706422/Makalah_Ekologi_Hewan_Tentang_Respon_and_Adaptasi_Hewan

(17 September 2016)

Anonim. - . Perilaku Hewan .

https://yusufpojokkampus.wordpress.com/materi/perilaku-hewan/pengenalan-perilaku-hewan/

(17 September 2016)

 

Susan.2013. Hewan Endoderm.

http://fssusan24.blogspot.co.id/2013/04/normal-0-salah-salah-salah-dalam-x-tidak-ada-x.html

(17 September 2016)

 

Darmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan . Malang : Universitas Negeri Malang

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kumpulan Gambar Rumah untuk Mewarnai Anak – Gratis Download PDF

Mewarnai adalah aktivitas favorit anak-anak yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga bermanfaat untuk mengembangkan kreativitas dan konsen...